Beranda | Artikel
Mengambil Kembali Hibah
Kamis, 25 Maret 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Erwandi Tarmizi

Mengambil Kembali Hibah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. dalam pembahasan Kitab Zadul Mustaqni. Kajian ini disampaikan pada Kamis, 11 Sya’ban 1442 H / 25 Maret 2021 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Mengambil Kembali Hibah

Jika orang tua melebihkan dalam pemberian, misalnya sebelumnya dia tidak tahu dan anak yang paling tua ketika menikah dia lebihkan pemberiannya sebanyak 100 juta. Kemudian anak yang kedua ketika menikah  dia berikan sebanyak 80 juta. Berarti ada kekurangan 20 juta. Dalam hal ini apa yang dia lakukan?

Maka yang dia boleh rujuk atau dia menambahkan yang kurang. Dia mengatakan kepada yang lebih: “Karena bapak tidak punya kemampuan lagi, dari 100 juta yang bapak kasih ketika nikah, kembalikan yang 20 juta agar adil dengan adikmu.” Atau dia tambah yang kurang tadi.

Misalnya sebelum si bapak memilih mengambil yang lebih, ternyata bapaknya meninggal. Bila sudah serah terima, apalagi sudah balik nama, tentu hibah ini menjadi milik anak masing-masing. Dari pernyataan penulis, dia mengatakan tidak perlu dikembalikan. Akan tetapi ini pendapat yang lemah dalam madzhab Hambali. Karena dalam hal ini ada kedzaliman. Sedangkan Allah mewajibkan dari lisan Rasulullah agar orang tua berlaku adil.

اِتَّقُوْا الله وَاعْدِلُوْا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ

“Bertakwalah kalian kepada Allah dan berlaku adillah kalian kepada anak-anak kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka menurut pendapat yang kuat adalah bahwa tidak sah hibahnya tersebut karena mengandung unsur kedzaliman. Dengan demikian si kakak memberikan selisihnya kepada adiknya agar menjadi sama. Jika selisihnya 50 juta, maka yang berlebih memberikan 25 juta kepada yang kurang.

Mengambil kembali hibah

Orang yang telah memberikan hibah, tidak boleh dia rujuk dari hibahnya yang sudah tetap, kecuali bapak kepada anaknya. Apa maksudnya “yang sudah tetap”?

Sebelumnya kita jelaskan bahwa hibah menjadi tetap dengan diterima, andai belum diterima maka diperbolehkan rujuk. Akan tetapi kalau alasannya tidak kuat akan  mengurangi muru’ah (martabat). Seseorang akan dianggap banyak omong, banyak janji, tapi tidak dipenuhi.

Kalau sudah lazim, sudah serah terima, maka secara syar’i tidak boleh, hukumnya haram. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ الَّذِي يَعُودُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ.

“Tidak pantas seorang muslim mendapatkan perumpamaan seburuk ini, orang yang meminta kembali hibahnya bagaikan anjing yang menelan kembali muntahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kecuali bapak, bapak boleh rujuk dari hibah. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

إِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ

“Anak-anak kalian itu sama dengan usaha kalian.” (HR. Ahmad)

Dan dalam hadits yang lain:

أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ

“Kamu dan hartamu adalah milik bapakmu.” (HR. Ahmad)

Artinya, harta kamu boleh diambil oleh bapakmu. Bila bapak sudah menghibahkan, dia boleh memakainya, dia boleh menjualkannya, dan seterusnya.

Sejauh mana bapak boleh mengambil harta anak tersebut? Penulis mengatakan bahwa bagi seorang bapak boleh mengambil dan memiliki dari harta anaknya (bukan harta mantu), baik anaknya laki-laki ataupun perempuan.

Seorang bapak boleh mengambil dan juga memiliki, selagi itu bukan kebutuhan yang sifatnya darurat atau hajiyat bagi si anak.

Bagaimana penjelasan selanjutnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian

Download mp3 kajian yang lain di mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50000-mengambil-kembali-hibah/